Wednesday, May 20, 2015

Desa Nowadays. Efek Berlakunya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa

May 20, 2015 2


   Desa sebagai salah satu entitas penting NKRI sudah ada sebelum proklamasi tahun 1945. Pada masa itu desa sudah memiliki sistem tersendiri untuk mengatur sendiri komunitasnya berdasarkan kearifan lokal masing-masing. Keterlibatan masyarakat secara langsung atau biasa disebut gotong royong pun juga menjadi prinsip pembangunan yang tak terpisahkan di desa.

   Ketika Orde Baru lahir, nilai tersebut perlahan memudar. Kewenangan pusat mengatur desa demikian kuat. UU No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa pada waktu itu sifatnya lebih menyeragamkan desa baik nama, bentuk, susunan, dan kedudukan pemerintahannya. Penyeragaman tentu tidak cocok dengan Indonesia yang sangat beragam dan mengakui serta menghormati hak asal-usul daerah yang bersifat istimewa.

   Kondisi tersebut kurang lebih sama pada Era Reformasi. Desa masih belum memiliki privilege untuk mengatur dirinya sendiri. UU No 22 tentang Otonomi Daerah yang direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagian besar masih sama dalam hal pengaturan desa terutama cara kerja Pemerintah Desa. Desa lebih cenderung mengutamakan mengerjakan ‘tugas pembantuan’ dari pemerintah di atasnya (dari kabupaten misalnya) dibanding membangun tata kelola desa yang lebih demokratis dari diri mereka sendiri.


   Ketika UU No. 6 Tahun 2014 disahkan, warna pemerintahan desa menjadi berbeda. Desa diberi kepercayaan oleh Negara untuk mengatur dan mengelola keuangan dalam rangka pembangunan di desa dengan tetap memperhatikan peraturan yang berlaku. Harapan membawa desa menjadi lebih maju, mandiri, demokratis dan sejahtera akan terbuka lebar. Desa tidak lagi menjadi objek pembangunan dan pemerintah desa bersama masyarakat akan berperan aktif untuk menjadi desa yang kuat.

   Pembangunan di desa tentu saja sesuatu yang urgen dilakukan. Desa sebagai bagian pemerintahan yang terkecil menempati posisi terdepan dan strategis dalam pembangunan baik kawasan maupun manusia. Jokowi-JK pun dalam 9 Agenda Perubahan atau lebih popular dengan istilah Nawa Cita turut memasukkan desa sebagai bagian dari fokus pembangunan. Nawa Cita poin ke tiga berbunyi: “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan”.


Beberapa hal yang baru setelah UU No. 6 Tahun 2014 disahkan

1. Kementerian yang mengurusi Desa


   Meskipun tak berkaitan langsung dengan disahkannya UU Desa, adanya kementerian baru yang mengurusi desa dalam Kabinet Kerja 2015-2019 sepertinya perlu untuk dibahas. Kementerian tersebut adalah Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Sebelumnya, urusan desa sepenuhnya menjadi kewenangan dari Kemendagri di bawah Ditjen PMD. Akan tetapi setelah kementerian itu terbentuk, urusan desa menjadi urusan dua kementerian. Oleh karena itu, pembagian wewenang yang jelas di antara keduanya sangat dibutuhkan agar tidak terjadi tumpang tindih tugas dan fungsi kedepannya.

  Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2015 menyebutkan bahwa pembangunan desa menjadi tugas dan tanggung jawab Kemendes PDTT (melalui Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan dan Ditjen Pembangunan Kawasan Perdesaan), sehingga fungsi pokok kementerian ini adalah sebagai koordinator pembangunan kawasan perdesaan. Tugas kementerian ini meliputi:


  • Pelayanan sosial dasar
  • Pengembangan usaha ekonomi desa
  • Pendayagunaan SDA dan TTG
  • Pembangunan sarana dan prasarana desa
  • Pemberdayaan masyarakat desa
  • Perencanaan pembangunan kawasan perdesaan
  • Pembangunan sarana/prasarana kawasan perdesaan, dan
  • Pembangunan ekonomi kawasan perdesaan.



   Sedangkan Kementerian Dalam Negeri (melalui Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa) lebih berfokus pada tugas-tugas yang bersifat administratif pemerintahan, seperti:


  • Penataan desa
  • Administrasi pemerintahan desa
  • Keuangan dan aset desa
  • Produk hukum desa
  • Pilkades
  • Pengembangan perangkat desa
  • Penugasan urusan pemerintahan
  • Kelembagaan desa,
  • Kerjasama pemerintahan desa, dan
  • Evaluasi perkembangan desa.


   Terlepas dari isu-isu politik yang berkembang, apa karena desa selalu identik dengan suatu kawasan terbelakang sehingga urusannya di kementerian harus digabung dengan pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi yang tidak serumpun, rakyat tetap berharap dua kementerian tersebut mampu menjadikan desa lebih baik nantinya.

2. Desa menerima dana milyaran dari pusat

Sumber pendapatan desa
   
UU Desa dalam pasal 72 menyebutkan bahwa desa mempunyai tujuh sumber pendapatan, yakni:
  1. Pendapatan asli desa, yang terdiri dari hasil usaha, hasil aset, swadaya, partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa.
  2. Alokasi Pendapatan dan Belanja Negara/dari APBN
  3. Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah
  4. Alokasi dana desa (ADD) yang merupakan bagian dari perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota;
  5. Bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabu­paten/kota;
  6. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat; dan
  7. Lain-lain pendapatan desa yang sah.

          Sumber pendapatan desa dari dana APBN merupakan hal yang baru. Dana tersebut berasal dari realokasi anggaran Kementerian/Lembaga yang berbasis desa. Jumlahnya 10 persen dari dan di luar dana Transfer Daerah (on top) dalam APBN yang diberikan secara bertahap pada tahun anggaran berjalan. Misalnya Dalam APBN total dana transfer pusat ke daerah adalah Rp 592,6 triliun, maka total dana transfer ke daerah yang dialihkan untuk Dana Desa adalah Rp 59,26 triliun (10%). Jumlah yang diterima per desa dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. Untuk mekanisme penyalurannya, Pusat akan menyalurkan dana desa dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah (Kab/Kota) dan kemudian melalui mekanisme transfer APBD disalurkan ke Rekening Kas Desa dengan terlebih dahulu melengkapi persyaratan yang diminta. Bila dilihat, pencairan dana tak lagi melalui kementerian teknis.


   Selain itu, desa juga mendapat dana dari Kabupaten/Kota yang berasal dari bagi hasil pajak & retribusi dan dana perimbangan yang diterima Kab/Kota dalam APBD setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Jumlahnya masing-masing sama yakni sekitar 10%. Apabila dalam pelaksanaannya Kab/Kota tidak mengalokasikan ADD seperti yang diamanatkan, pemerintah dapat menunda atau mengurangi dana perimbangan bagi Kab/Kota tersebut. Di luar itu, desa juga bisa saja mendapat bantuan keuangan dari Provinsi maupun Kab/Kota.

3. Berkaitan dengan Kepala Desa
Vicky saat mencalon menjadi kades

3.1.        Penghasilan Kepala Desa

   Dampak dana milyaran tersebut tentu saja akan berimplikasi terhadap penghasilan aparat desa. Seperti yang disebutkan dalam Pasal 66 bahwa Kepala Desa memperoleh gaji dan penghasilan tetap setiap bulan. Penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa bersumber dari dana perimbangan dalam APBN yang diterima oleh kabupaten/kota dan ditetapkan oleh APBD. Selain itu, Kepala Desa dan Perangkat Desa juga memperoleh jaminan kesehatan dan penerimaan lainnya yang sah. Lebih sejahtera dari sebelumnya bukan?

3.2.        Kewenangan Kepala Desa

   UU Desa juga memberikan kewenangan tambahan kepada Pemerintah Desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kewenangan ini membuat kepala desa dapat mengambil kebijakan secara mandiri dalam mengelola potensi dan pembangunan di desanya, tanpa didikte oleh kepala daerah atau pemerintah pusat. Dengan demikian, kerja kepala desa yang selama ini hanya seolah menjadi pesuruh camat atau bupati, akan bisa menentukan sendiri bagaimana pengaturan dan arah pembangunan desanya.


   Walaupun memiliki kewenangan penuh mengatur desa dan mengelola keuangan sendiri, kepala desa tidak bisa disebut sebagai raja kecil. Ini karena tidak ada satu pasal pun yang dapat membuat kepala desa memonopoli kebijakan. Kepala desa tetap memikul kewajiban untuk mempertanggungjawabkan semua kewenangan dan pengelolaan dana yang dilakukannya.

3.3.        Masa Jabatan Kepala Desa bertambah

   Dalam hal masa jabatan kepala desa, UU Desa sekarang memberi kesempatan kepada kepala desa menjabat selama tiga periode dengan lama jabatan tiap periode 6 tahun (pasal 39). Sama halnya dengan BPD yang juga dapat menjabat paling banyak 3 periode.

4. Penguatan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa


BPD

   Satu lagi yang menarik dari UU Desa. Menurut pasal 55 dijelaskan bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mempunyai fungsi:
  • Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
  • Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan
  • Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
   Terdapat penambahan fungsi dari BPD pada huruf c yaitu mengenai pengawasan kinerja Kepala Desa. Ini berbeda dengan UU 32/2004 pasal 209 yang menyebutkan bahwa Badan Permusyawaratan Desa fungsinya hanya menetapkan peraturan desa bersama kepala desa dan menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat.

   Dengan adanya fungsi pengawasan ini, BPD tidak lagi sekedar menjadi lembaga stempel seperti yang terjadi selama ini. BPD akan memiliki ruang untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Termasuk menerima laporan pertanggungjawaban kepala desa seperti yang disebutkan pada pasal 27 poin (c) dan (d), kepala desa memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) setiap akhir tahun anggaran dan memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis setiap akhir tahun anggaran

Tantangan ke depan

   Banyak kalangan yang meragukan Undang-Undang Desa ini. Keraguan yang muncul terutama karena desa akan mengelola dana yang begitu besar. Apakah dana ini nantinya dapat tepat sesuai harapan? Bagaimana jika malah menjadi rezeki bagi oknum yang tidak bertanggung jawab?


   Pemerintah sudah menyiapkan strateginya. Hal ini dapat dihindari karena dana ada di kabupaten. Pemerintah Kab/Kota juga akan melakukan pendampingan kepada desa termasuk dalam budgeting anggaran. Selain itu, pemerintah akan melakukan pengawasan dalam penetapan anggaran, evaluasi anggaran dan pertanggungjawaban anggaran. BPK juga akan ikut andil mengaudit semua penyelenggara anggaran itu setiap akhir tahun. Rekomendasi BPK yang bersifat administratif akan diselesaikan secara administratif dan apabila ada temuan yang indikasinya bersifat pidana dan merugikan negara, BPK akan melanjutkan kepada aparat penegak hukum.

   Agar aplikasi UU Desa lancar dan tidak menimbulkan masalah (pidana misalnya) nantinya, beberapa hal berikut dapat dilakukan:


1. Tata kelola pemerintahan desa perlu di persiapkan dengan matang

   Tata kelola pemerintahan desa yang dimaksud adalah tata kelola pemerintahan desa yang mengadopsi dan menerapkan prinsip-prinsip dalam paradigma good governance. Meliputi prinsip akuntabilitas, partisipasi, transparansi, penegakan hukum, responsif, kesetaraan (keadilan), efektivitas & efisiensi, dan visi strategis.

2. Mekanisme pertanggung jawaban penggunaan anggaran desa yang disederhanakan dengan tidak meninggalkan aturan yang ada

   Mekanisme pertanggung jawaban penggunaan anggaran desa adalah menyangkut sistem kebendahaaraan, sistem akuntansi anggaran, model pelaporan, dan lain-lain.

3. Melakukan capacity building (penguatan kapasitas aparat (pamong) & kelembagaan pemerintahan desa)

   Penguatan kapasitas ini antara lain: kemampuan dalam hal pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap aparat desa menurut bidangnya masing-masing. Misalnya kepala desa perlu untuk belajar pembukuan (accounting) karena kepala desa akan menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Posisi ini cukup rentan, apalagi bagi seorang kepala desa yang tidak mengerti bagaimana mengelola keuangan.


   Dana desa yang jumlahnya kurang lebih 1 Miliar per tahun tentunya harus ada pertanggungjawabannya secara administratif. Oleh sebab itu setiap kepala desa wajib menguasai akuntansi atau minimal pembukuan, agar pemakaian dana tersebut bisa dipertanggungjawabkan. Jika dari sisi data akuntansi tidak valid, dikhawatirkan akan banyak kepala desa yang tersandung kasus korupsi. Pembukuan yang baik yakni mencatat semua penerimaan dan pengeluaran dengan detil. Misalnya, setiap pembelian barang harus ada kuitansinya, barang yang dibeli harus sesuai peruntukannya dan lain sebagainya.

***
Terimakasih sudah membaca dan semoga bermanfaat. Wassalam.

Ada desa-desa dimana posisi penduduk pedesaan ibarat orang yang selamanya berdiri terendam dalam air sampai ke leher, sehingga ombak yang kecil sekalipun sudah cukup menenggelamkan mereka (Tawney, 1931)

Referensi:

  • http://pintarmampu.bakti.or.id/news/view/611/sudah-siapkah-kita-menyonsong-implementasi-uu-no-6-tahun-2014
  • http://bitra.or.id/2012/2015/04/10/uu-desa-anggaran-desa-dan-kelembagaan-desa/

Sunday, May 03, 2015

Adobe After Effect : Iseng Bikin Kamehameha

May 03, 2015 0


    Hasil iseng edit video bikin efek Kamehameha seperti di serial manga Dragon Ball dengan Adobe After Effect. Maaf kalau editannya kasar, Namanya juga coba-coba :D

   Kalau agan ingin buat juga, silakan cari dan ikuti tutorialnya di Youtube.com. Kebetulan modelnya temen saya sendiri. Orangnya asikk, jadi enak aja pas diminta buat akting. . .hehehe




   Ini diaa hasil editan ane..


Editan terbaru. Modelnya sepupu ane. Di sini kalo mau kenalan.


County Creation : Destructive Potential in Constructive Expectation

May 03, 2015 0
Autonomous Region in Indonesia
      Indonesia is very large and complex organization. Looking at this conditions from all sides, it would be more efficient if the political and administrative authority is not only placed at the top of the hierarchy, because it create a heavy burden that will be covered by the central government. Therefore, decentralization be a logical reason why the local government exist. As a consequence of this option, the local government had given full authority by central government on politic and administration to manage their territory. We call the this transfer of authority with name local autonomy, the freedom of people whose living at that county to arrange their local affairs. It have been set up and running with Law 23/2014 about Local Government as rule foundation.

      There was a lot of the effects in local government practice, among of that is desirous to split the region which known with county creation. Establishment a new administrative area whether it from province or regency/city. The law give them (the county that wish to split) wide space for the process so libido of create county much more bigger.



Previously, certainly first need to know what things that required in order to create an area. Law No. 23/2014 has explained. It consist by administrative, technical, an phisical territory requirements. Administrative conditions that should be have to create a county is the approval of Local Heads and Local House of Representatives who will be the section of new area, as well as the recommendation of the Minister of Home Affairs. Next Technical requirements, which form from basic factors to establishment a region, like economic capacity, regional potency, socio-cultural, socio-political, demographic, landmass, defensiveness, safety, and others factors that allow implementation of local autonomy. The last, the physical conditions to split area is the new county must be have at least 5 regencies/cities for a province, at least 5 districts for a regency, and 4 districts fora city. Beside of that, there are the candidate of township, facilities, and infrastructure to run governance.

    But, it dosn’t mean that if a county area has met the conditions, whether in administrative, technical, as well as phisycal, the county’s creating would be happen. There is a special conditions again, that is a minimum age limit of government run governance. To create province, it need 10 years, and seven years minimum for regency/city.

      These issue rise various arguments to the surface. There was always to kind of persons, with positive and negative view. Some people think that county creations is need to improve public services, increase law, safety, and order, accelerate of democracy’s growth, accelerate of manage of potential resources, and increase the economic development because the central of local goverment is getting closer.

      In other hand, some people think different. They belived that the strong desire to split the county not only like ideal reasons earlier. Even as a result of creation, so much turbulence happen cause by different opinions at various county. They considered that might there was a ideal reason in background of county’s creation. Still, there was something on it, like political interest, for example political conspiracy of the lost candidat in Local Election, and to create a new available positions in county that already created.

       The high political lust which tend to push plan for divide power ta the local level, often blinding the local political elite about objective conditions, realities, capabilities, and capacity of county which need to split. In addition because of the guarantee fund transfer from central to the local, the political lust also thrives because of the law has wide county creation space to given. The law instead tend to encouraging county creation than merger of county.

       Outside of this case, be a new local autonomus ( Daerah otonom baru-DOB) isnt easy. Although DOB get general allocation fund ( DAU ) and special allocation fund ( DAK ).in the fact, those DOB isn’t easy to developed quickly. There are many heavy challenges and issues which faced by DOB or we can call new local government, begin from its human resource of bureucracy and legislative at low, government facilities and infrastructure are minimal, government management capacity isn’t sufficient, education at low level, until conflicts on boundaries area.

      Facts show that many DOB tend to be underdeveloped area and failed to qualify the essential objectives of the county creation. It increase long list of disadnvantage counties amount. In other words, public service remains poor, social welfare didn’t increase, and local democracy poor too. Minister of Home Affairs moreover asses that county creation which occured up until now has not been satisfied human welfare. Based on the government evaluation result , there is 70 percent of the 205 new local government has failed.

    So far, the evaluations conducted several organizations, both government or non government showing that county creation tend give negative rather than positive. Some of that cause by four reasons. First, the political aspect highest than objective aspects. Second, county creation makes a large structure that resulted heavy burden in financial. Third, local government tried to improve local revenues in various ways causing by low fiscal capacity, and the impact are harm citizens and led to the emergence of teh gap. Fourth, the growing number of local government simutaneously increse, so it also increase amount of local National Revenues expenditure and then the country imposed.

     Empirical studies also display that create a county isn’t positively correlated toward economic progress and not able to drive DOB’s development. The faced problems of new local government showed clearly that county creation isn’t always an answer to improving the quality of public services and welfare. Especially on today’s era information technology, geographic constraint are became blurly. The main things are weakness of law enforcement, political will, the political elite commitment, and stakeholder to work hard in the interests of the people and not the personal political interests or the groups only.

      By looking at the number of DOB’s failures, its necessary for government to temporarily county creation through binding legal framework and it must obeyed by all parties. It needs to be done while waiting for the ratification of the revision Law 32/2004 which is being discussed by House and Government.

     It is important for central government (Ministry of Home Affairs) to inform all region that impact of the county creation will make parent county get DAU and DAK fewer. So it similiar with other issues, such as taking down and give half of human resources, natural resources, and economic resources to the dob. A lot of parent county still didn’t know yet, and finally it lead rise long political shocks and conflict with DOB.

  The welfare isn’t merely about physical closeness among society with their local government, but more of that is a matter of bureucratic management and local government organization work to provide public services. There are many people though live in the city didn’t obtain adequate service, especially purilieus.

      In a course of the local autonomy implementation in Indonesia, emerging issues that require repair effort both in rule subtances as well as technical application in the vocation. The important issues that urgently to be solved are ( MoHA, 2010)) :
  1. In the 2009, have formed a new county as much as 205 area consistingof 7 provinces, 164 regencies and 34 cities. In other words, it increasing 64% from previous year 1998 or average there was 20 new DOB birth every years.
  2. The number of new county has implication toward the amount of new local autonomy development fund which allocated from National Revenues. In 2002 Rp 1,33 Trillion was allocated for DAU, in 2003 Rp 2,6 trillion, and 2010 Rp 47,9 trillion.
  3. Several facts which found is the new local autonomous just have very little population, moreover there is a new regency just have less than 12.000 inhabitants. Another facts is human resource quality as local government personnel was minimal. The lack of government infrastructure and local conflicts that caused by boundary issues.
      Essence of create county actually is shortening the span of control between policy makers with the public and to create aqutable development. So thats ideas clearly needs to consider and can’t be directly defeated because based on certain objective factors, a number of area need to split. Still, a seriousconsideration must be done so at the future no more new complicated problem appear. Don’t let public and gvernment expectations to be better fall and worse because of unpreparedness or interest groups. Especially, county creation not have impact on Unitary State of Republik Indonesia (NKRI).

References

Pusat Penelitian dan Pengembagan Otonomi Daerah. 2005, “Sinopsis Penelitian: Efektifitas Pemekaran Wilayah di Era Otonomi Daerah”, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri.

Direktorat Otonomi Daerah. 2005. “Evaluasi Kebijakan Pembentukan Daerah Otonomi Baru, Kajian Kelembagaan, Sumberdaya Aparatur dan Keuangan di Daerah Otonomi Baru”, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Http://amzulian.fh.unsri.ac.id/index.php

Http://rubrikbahasa.wordpress.com/2010/12/22/pemekaran-wilayah

Http://amzulian.fh.unsri.ac.id/index.php/tagged/Pemekaran%20Wilayah

Friday, May 01, 2015

Agan yang Baru Lulus SMA, Jangan Takut Masuk IPDN !!!




Yukk Ikutan Seleksi Masuk IPDN, Jangan Takut Sebelum Mencoba

ATTENTION!
UNTUK  UPDATE TAHAPAN SELEKSI 2015 KLIK DI SINI

       Assalamualaikum Wr. Wb. dan selamat datang di postingan ane kali ini.

     Pada kesempatan kali ini, ane  ingin sedikit sharing mengenai IPDN, bagaimana tips untuk melewati tahapan proses seleksi, apa saja yang perlu dipersiapkan untuk mengikuti tes, dan what you get apabila beruntung mengikuti pendidikan di perguruan tinggi kedinasan ini.


Pintu Keamanan Depan (PKD) IPDN di Jatinangor
     Oke, sebelum masuk ke pembahasan utama, ane ingin menyampaikan juga bahwa ane merupakan Alumni IPDN angkatan 2010 yang sekarang bekerja pada salah satu instansi pemerintah di Kalimantan Tengah. Untuk itu, hal-hal yang ane share sesuai pengalaman ini semoga bisa menjadi gambaran seperti apa IPDN itu sebenarnya.

     Ane harap postingan ini bisa menjadi sosialisasi kepada masyarakat mengenai IPDN. Kalau masih kuliah dulu ane seringnya sosialisasi/promosi dengan berkeliling ke SMA agar mereka mencoba ikutan seleksi masuk. Berhubung sekarang udah kerja, ane berharap postingan ini bisa menjadi penggantinya.


     Cukup latar belakangnya, mari kita mulai ke pokok bahasan selanjutnya.